Lembaga Desa Bersertifikasi Dunia

Satu April 2006, sebuah truk bermuatan kayu jati melaju dari Konawe Selatan ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Tiba-tiba di tengah jalan dihentikan oleh polisi. Polisi meminta surat-surat kayu jati yang dibawa truk tersebut. Semua dokumen kayu itu telah diperlihatkan, namun polisi tetap menggiring truk tersebut ke markas kepolisian. Alasannya, dokumen kayu-kayu tersebut kurang.
Kayu jati yang ditahan itu bukan milik cukong pembalakan kayu, melainkan milik Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) di Desa Lambakara, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, sebuah koperasi dari rakyat untuk rakyat. Koperasi tersebut memang secara khusus bergerak pada pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.

Mendapat kabar kayu mereka ditahan, pengurus koperasi langsung mendatangi markas polisi. Tak hanya menunjukkan dokumen-dokumen kayu yang biasa digunakan oleh pengusaha kayu. Mereka juga menunjukkan data-data jejak kayu serta asal-usul pemiliknya.

Model pengelolaan kayu yang menyertakan data dan jejak seperti ini telah dilakukan koperasi itu sejak Mei 2005 dan telah mendapat sertifikasi dari SmartWood, sebuah organisasi dunia anggota Forest Stewardshift Council (FSC) –organisasi jaringan international yang mempromosikan manajemen hutan secara bertanggungjawab. Koperasi Hutan Jaya Lestari merupakan koperasi pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi tersebut.

Setelah mengetahui asal-usul kayu serta manajemen koperasi yang diakui lembaga internasional tersebut, polisi angkat tangan urusan kayu. Tapi dijerat urusan pengangkutan yang tak jelas dasar hukumnya.

Lahirnya Koperasi Hutan Jaya Lestari tak lepas dari peran Komisi Daerah Sosial Forestry (Komda SF) dan Jaringan untuk Hutan Sulawesi Tenggara (JAUH Sultra), sebuah konsorsium lembaga swadaya masyarakat yang selama ini giat mendorong masyarakat desa ini untuk mengelola hutannya secara bijak. Kedua lembaga itu merupakan mitra Program Kehutanan Multipihak (Multistakeholders Forestry Programme – MFP), sebuah program kerjasama antara lembaga Inggris Departement for International Development (DFID) dengan Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Koperasi Hutan Jaya Lestari merupakan salah satu deretan koperasi yang sukses menerapkan peran dan fungsinya sebagai koperasi sesungguhnya. Kiprahnya tak hanya membawa kemandirian ekonomi bagi para anggotanya, namun juga membawa Konawe Selatan melaju menjadi daerah percontohan sertifikasi kayu dunia.

Para perambah hutan tak selalu harus dimusuhi oleh para pegiat lingkungan. JAUH Sultra mampu membuat perambah hutan berbalik menjadi pelindung kelestarian hutan. Dengan kondisi tersebut ekonomi mereka tak terganggu, bahkan taraf hidup mereka meningkat.

Hasil kayu jati olahan yang diperoleh dari lahan milik anggota koperasi itu ternyata dapat meningkatkan pendapatan mereka. Banyak negeri Eropa hanya mau membeli kayu yang bersertifikasi, bahkan meski dengan harga lebih mahal, sebagai bentuk dukungan mereka terhadap pelestarian hutan di negara berkembang. Manajer Program JAUH Sultra Abdul Khalik mengungkapkan, setiap kubik kayu jati bersertifikat bisa dihargai Rp 3-4 juta. Sangat jauh bila dibandingkan penjualan kayu ilegal yang hanya memperoleh pendapatan Rp 300 ribu hingga 400 ribu per kubik.

Dengan sertifikasi itu, para pembeli kayu bisa melajak jejak sumber kayu yang dibelinya. Sehingga dapat dipastikan, apakah berasal dari hutan lindung atau hutan produksi.

Konawe Selatan, kabupaten yang baru berdiri pada 2 Mei 2003, memiliki potensi sumber daya kehutanan yang luar biasa. Berdasarkan survei Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara pada 2003, Konawe Selatan memiliki luas areal tanaman perkebunan rakyat sekitar 110.200 hektar, yang terdiri dari jenis tanaman yang belum menghasilkan seluas 9.900 hektar. Sedangkan tanaman menghasilkan seluas 37.500 hektar serta tanaman tidak menghasilkan seluas 1.160 hektar. Tanaman perkebunan rakyat yang menonjol di daerah ini antara lain jambu mete, kapas, kakao dan lada.

Desa Lambakara yang berpenduduk 200 kepala keluarga merupakan areal cakupan program Social Forestry yang dicanangkan pemerintah pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Sebelumnya, daerah ini merupakan areal konsesi perkebunan milik PT Kapas Indah Indonesia, sebuah perusahaan patungan Indonesia-Amerika Serikat yang mengelola perkebunan dan industri kapas. Kini, perusahaan itu sudah menjadi sejarah masa lalu penduduk desa ini.

Pembentukan koperasi tersebut juga tak lepas dari keterlibatan positif Dinas Kehutanan Sulawesi Tengara yang dibantu oleh JAUH Sultra. “Kami dilatih selama setahun tentang pengelolaan hutan secara lestari,” kata Abdul Haris Tamburaka, Ketua Koperasi Hutan Jaya Lestari. SmartWood mewajibkan penanaman kembali sepuluh tahun untuk setiap satu jati yang ditebang. ”Setelah semua persyaratan dilalui, akhirnya diberikan sertifikasi oleh SmartWood,” katanya.

Di samping Smartwood, ada pula Tropical Forest Trust (TFT), organisasi penyangga industri yang menyediakan dukungan lapangan kepada perusahaan yang tertarik untuk mendapatkan sertifikat. TFT membantu menjembatani koperasi mendapatkan sertifikasi dari SmartWood dengan memberikan fasilitas dana hibah senilai Rp 200 juta bagi proses sertifikasi. Melalui lembaga ini pula, hasil kayu jati yang memenuhi kriteria ketat ekolabel tersebut diterima oleh para pembeli di penjuru dunia.

Suhendro Basori, pejabat di lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara, melihat upaya berorganisasi dan membuat aturan sendiri dalam pengelolaan hutan tersebut patut menjadi contoh. “Sebagian dari mereka dulu itu pelaku illegal logging, tapi waktu juga yang membuat mereka sadar dan kini menjadi bagian dari kelompok pegiat kelestarian hutan,” ucap Suhendro.

Memang butuh waktu yang panjang untuk mengubah kebiasaan warga yang sebelumnya pelaku pebang liar. Bahkan, diskusi-diskusi alot dengan nada bicara keras juga mewarnai dialog-dialog mereka saat mulai membentuk koperasi.

Dengan kemampuan manajemen hasil hutan yang dimiliki warga inilah, menurut Abdul Khalik dari JAUH Sultra, pemerintah tak perlu berpraduga bahwa mereka mengelola areal hutan milik negara. “Kalau ada anggota koperasi yang ketahuan melakukan pengusahaan kayu di kawasan hutan milik negara akan dikeluarkan dari koperasi. Ini merupakan hasil kesepakatan bersama anggota koperasi,” katanya.

Namun, lahan warga yang juga anggota koperasi ini memiliki luas yang terbatas. Jika dikaitkan dengan program social forestry, mestinya pengelolaan hutan produksi yang kini tak terawat dan rawan pembalakan itu diserahkan kepada mereka. Menurut Khalik, Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara tak mempermasalahkannya. Hanya saja terganjal regulasi di tingkat menteri.

Warga tidak bisa melakukan pengelolaan kayu di kawasan hutan milik negara, karena sampai saat ini Departemen Kehutanan belum mengeluarkan izin pengelolaan kawasan hutan negara terutama bagi kawasan hutan produksi. Akibatnya, masyarakat belum bisa melakukan pengembangan program social forestry ke kawasan hutan milik negara yang sebenarnya menjadi target pelaksanaan social forestry.

Tarik-menarik regulasi tersebut tak lepas dari Undang-undang Kehutanan sendiri yang tidak secara jelas mengatur tentang program social forestry. Wajar saja pihak kementerian terkesan takut-takut untuk membuat keputusan. “Seringkali kami mendapat informasi surat izin social forestry akan segera keluar,” kata Anas Nikoyan, Fasilitator Regional Sulawesi MFP-DFID, yang memberikan dukungan pada program-program pendampingan yang dilakukan JAUH Sultra. ”Namun itu simpang siur. Tapi mudah-mudahan hal itu benar-benar segera terwujud.”***

Published by Asep Saefullah

Manusia biasa dari Bandung. Kini bekerja untuk Kantor Berita Pena indonesia ->www.penaindonesia.com

19 thoughts on “Lembaga Desa Bersertifikasi Dunia

  1. Salam Hormat,
    saya sedang belajar tentang Social Forestry. di Kabupaten Jember, saya yang Ketua LSM Picket Nol Jember sedang bekerjasama dengan BP DAS Sampean Bondowoso untuk program SOCFOR di Kecamatan Mumbulsari Jember.
    Jika tidak keberatan saya ingin berbagi info.

    Jember, 30 Desember 2006
    Salam Hormat

    Miftahul Rachman, SE

  2. #1 Mas Miftah, saya senang mengetahui aktivitas Anda. Apalagi jika hendak berbagi informasi.

    Saya baru pulang kampung. Nanti saya coba kontak rekan-rekan lain yang bergerak di bidang hutan kemasyarakatan utk berbagi cerita.

    asf

  3. Saya ingin kenal dg Mas Memet dg Picket Nol nya.Penting , tentang LMDH dan Pesanggem di Sanenrejo Tempurejo Jember.( Nuryanto,085859158329).PENTING ! ! !

  4. pak saya sedang melakukan pendampinngan tentang HKm, saya sangat membutuhkan sekali contoh kelompok HKm dan aturan-aturan kelompok yang sudah berhasil sebagai bahan acuan dengan pengelolaan HKm di luar daerah (Lombok NTB)

  5. Mas Memet,sy dukung gerakan anda tuk advokasi,dan di hutan rakyatnya juga butuh advokasi.Karena banyak haknya menurut undang-undang terabaikan.Segera datang ke desa kami.Hub 085859158329.

  6. Awas wampir hutan !Hidup di Sanenrejo.Hisap darah rakyat.Uang hibah propinsi jatim ke LMDH dan dana lain lembaga puluhan juta dimiliki pribadi wampir one leadership lembaga di hutan Perhutani Sanenrejo.Ayo pesanggem ikat pinggang,bersatu basmi wampir !!

  7. LMDH Mandiri Jaya Sanenrejo hanya di tetesi dana p2sem sebesar 13.600.000 dari dana yang telah di cairkan sebesar 145.000.000 oleh mantan ketuanya (Untung M Fauzan).Dana yang 131.400.000 diduga dipegang ketua tsb untuk bangun rumah pribadi,beli sapi.

  8. SPJ dana p2sem dari mantan ketua LMDH Mandiri Jaya Untung M Fauzan th 2007/2009 adalah fiktif.Kami sudah memberi bukti yg asli kepada Kajari Jember pada awal Mei 2009,dan diperkuat saksi kunci.Kajari siap untuk memimpin langsung penyidikan lebih lanjut.

  9. Kami masyarakat Sanenrejo dan para aktifis memantau terus keseriusan penyidikan mantan ketua LMDH Mandiri Jaya th 2007/2009 Untung M Fauzan oleh Kejari Jember.Kami bertekad untuk upayakan ke jenjang proses Hukum yang lebih tinggi andai Kejari Jember gagal

  10. Pernyataan Ketua FK LMDH Jember Imam Bukori,S.Ag tentang SPJ dana P2SEM LMDH selalu membenarkannya padahal SPJ itu penuh data-data fiktif.Ketua FK tsb memang cari perlindungan,karena diduga dapat aliran dana tsb dari sejumlah LMDH yang dapat dana tsb.

  11. Pengakuan mantan ketua LMDH Mandiri Jaya th 2007/2009 Untung M Fauzan bahwa dana P2SEM yang digunakan untuk membangun kantor lembaga mencapai diatas 20 juta itu bohong karena ukurannya hanya 4 x 5 m,dan itu dibangun di tanah milik pribadinya.

  12. Untung M Fauzan berdasarkan rapat umum luar biasa dari anggota sudah di copot dari Ketua LMDH Mandiri Jaya Sanenrejo.Adapun LMDH versi Untung M Fauzan yang sekarang adalah ilegal,itu dibentuk olehnya pribadi sesaat setelah dia bawa kabur dana P2SEM.

  13. saya setuju dengan sertifikasi hasil kayu jati olahan dari kebun jati, sejak tahun 1991 untuk tahap I dan tahun 1995 tahap II bersama ayah saya menanam jati diatas lahan seluas 10 hektar dengan jarak tanam 2 x 3 mtr diatas tanah yg bersertifikat hak milik dengan jumlah 12.000 pohon, lokasi Kel. Ambalodangge Kec. Laeya-Lainea Kab Konawe Selatan (Kendari) Prop. Sulawesi tenggara, saya berencana untuk mendapatkan status sertifikasi bahwa pohon jati milik saya benar dari kebun masyarakat bukan dari hutan negara, olehnya saya mohon petunjuk. apa bila berkenan saya minta nama emailnya untuk mengirimkan foto kebun jati saya atau memberikan informasi kepada saya melalui email ( mustartaro@yahoo.co.id ) nomor HP. 085241543048

  14. Penanganan dugaan penyalahgunaan dana P2SEM LMDH di Sanenrejo sangat lamban.Sudah saatnya memang di laporkan ke Satgas Anti Mafia Hukum,karena diduga ada yang seolah-olah membenarkan SPJ oknum yang diduga korup terhadap dana tersebut.

  15. Sharing Tebang Jati 2010 di Petak 18 ( Pos Mbah Di ),yang berhak menerima pembagian hasil sharing adalah LMDH Mandiri Jaya
    versi Supardi dan kawan-kawan karena secara hirarkis dan pengakuan masyarakat desa Sanenrejo ( di wakili Kadesnya ) mengakui nya.

  16. Surat pembekuan sementara LMDH Mandiri Jaya Sanenrejo oleh Mantan Adm lama ( Ir.Taufik Setiyadi,MBA ) yang beralasan LMDH masih bersengketa adalah bentuk intervensi KPH terhadapnya.Seharusnya Adm yang sekarang harus berani mencabut pembekuan tsb.

Leave a comment